Leptospirosis adalah penyakit zoonosa yang disebabkan oleh infeksi bakteri berbentuk spiral dari genus Leptospira yang pathogen, yang ditularkan secara langsung dan tidak langsung dari hewan ke manusia.
Penyakit zoonosa (zoonotik) atau penyakit tular vektor adalah penyakit yang secara alami dapat ditularkan dari hewan vertebrata ke manusia atau sebaliknya. Leptospirosis dikeluarkan melalui kontak dengan air, lumpur, tanaman yang telah dicemarkan oleh air seni dari tikus dan hewan lain yang mengandung bakteri Leptospira.
Penyakit ini biasanya timbul pada saat musim penghujan dan kejadian banjir memicu penyebaran yang lebih luas, urine tikus yang mengandung kuman Leptospira mencemari air yang menggenang. Leptospirosis umumnya menyerang para petani, pekerja perkebunan, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan, militer, dan tidak menutup kemungkinan penduduk perkotaan dimana banyaknya tikus didalam saluran air.
Gejala
Secara umum gejala umum yang muncul adalah demam, nyeri kepala, nyeri otot, khususnya didaerah betis, paha, serta gagal ginjal. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan tahun 2017, Leptospirosis ringan diperkirakan mencapai 90% dari seluruh kasus Leptospirosis di masyarakat dengan gejala demam, sakit kepala dannyeri otot (mialgia). Kemudian 10% merupakan Leptospirosis berat yang disertai gejala kegagalan ginjal, sakit kuning dan pendarahan.
Kriteria dan Gejala Klinis
Terdapat tiga kriteria yang ditetapkan dalam mendefinisikan kasus Leptospirosis, yaitu:
- Kasus Suspek,
- Kasus Probable, dan
- Kasus Konfirmasi.
Kasus Suspek; demam akut dengan atau tanpa sakit kepala, disertai nyeri otot, lemah (malaise), conjungtival suffision, dan ada riwayat terpapar dengan lingkungan yangterkontaminasi atau aktifitas yang merupakan faktor risiko Leptospirosis dalam kurun waktu 2 minggu.
Kasus Probable; antara lain dinyatakan probable merupakan saat di mana kasus suspect memiliki dua gejala klinis di antara tanda-tanda berikut: nyeri betis; ikterus atau jaundice merupakan kondisi medis yang ditandai dengan menguningnya kulit dan sklera (bagian putih pada bola mata); manifestasi pendarahan; sesak nafas; oliguria atau anuria, yakni ketidakmampuan untuk buang air kecil; aritmia jantung; batuk dengan atau tanpa hemoptisis; dan h) ruam kulit
Kasus Konfirmasi; dinyatakan sebagai kasus konfirmasi di saat kasus probable disertai salah satu dari gejala berikut: Isolasi bakteri Leptospira dari spesimen klinik; HasilPolymerase Chain Reaction (PCR) positif; dan Sero konversi microscopic agglutination test (MAT) dari negatif menjadi positif.
Faktor Risiko
Faktor risiko leptospirosis ini sangat bervariasi, tergantung dari faktor sosial budaya, pekerjaan, perilaku dan lingkungan. Beberapa pekerjaan yang sangat berisiko untuk terkena leptospirosis adalah pekerjaan yang berkaitan dengan pertanian, peternakan, pekerja kebun, pekerja tambang/selokan, pekerja rumah potong hewan, pemburu dan tentara. Aktivitas rekreasi di tempat yang berair dan melakukan perjalanan ke wilayah endemis juga merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis
.
Beberapa faktor risiko; antara lain :
a) kontak dengan air yang terkontaminasi kuman leptospira atau urine tikus saat terjadi banjir;
b) kontak dengan sungai ataudanau dalam aktifitas mandi, mencuci atau bekerja di tempat tersebut;
c) kontak dengan persawahan ataupun perkebunan (berkaitan dengan pekerjaan) yangtidak menggunakan alas kaki;
d) kontak erat dengan binatang, seperti babi, sapi, kambing, anjing yang dinyatakan terinfeksi Leptospira;
e) Terpapar ataubersentuhan dengan bangkai hewan, cairan infeksius hewan seperti cairan kemih, placenta, cairan amnion, dan lain-lain
f) memegang atau menangani spesimenhewan/manusia yang diduga terinfeksi Leptospirosis dalam suatu laboratorium atau tempat lainnya;
g) Pekerjaan atau melakukan kegiatan yang berisiko kontakdengan sumber infeksi, seperti dokter, dokter hewan, perawat, tim penyelamat atau SAR, tentara, pemburu, dan para pekerja di rumah potong hewan, toko hewanpeliharaan, perkebunan, pertanian, tambang, serta pendaki gunung, dan lain-lain.
Pencegahan
upaya pencegahan leptospirosis yang dapat dilakukan dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : pada hewan sebagai sumber infeksi, jalur penularan dan manusia. Pada hewan sebagai sumber infeksi, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan vaksin kepada
hewan yang berpotensi tertular leptospirosis.
Selain itu kebersihan kandang hewan peliharaan juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya leptospirosis pada hewan. Pada jalur penularan, pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memutus jalur penularan. Jalur penularan adalah lingkungan yang bisa menjadi tempat berkembang biak dan hidup bakteri Leptospira. Lingkungan dengan kondisi sanitasi yang buruk menjadi faktor risiko terjadinya leptospirosis.
Kejadian leptospirosis biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk, rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat dan keberadaan tikus pembawa bakteri Leptospira di lingkungan tersebut. Untuk mengurangi risiko terjadinya leptospirosis dapat dilakukan dengan memperbaiki kondisi lingkungan yang buruk dan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk melakukan
pemberantasan tikus.
Perilaku Pencegahan
1. Berperilaku hidup bersih dan sehat dengan menjaga sanitasi lingkungan.
2. Menyimpan makanan dan minuman dengan baik agar terhindar dari tikus.
3. Mencuci tangan, kaki, serta bagian tubuh lainnya dengan sabun dan air.
4. memakai sepatu dari karet dengan ukuran tinggi (bot) dan sarung tangan karet jika bertugas atau menjadi relawan bencana banjir.
5. membasmi tikus baik di rumah, di kantor, dan lingkungan.
6. Bersihkan dengan desinfektan bagian bagian yang terkena banjir.
Referensi :
- Petunjuk Teknis Pengendalian Leptospirosis; Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; 2017
- Journal Epidemiologi, diagnosis, dan pencegahan Leptospirosis; Wening Widjajanti; Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Salatiga, 2020.
- Flyer Leptospirosis; Germas, Kementerian Kesehatan RI.
Baca Juga :