Mengenal Holding RS BUMN yang Lanjutkan Proses Konsolidasi
News Dilihat: 5044
Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selain memiliki core business atau bisnis intinya, juga memiliki anak usaha yang bergerak di bidang medis. Salah satunya dengan membangun jaringan rumah sakit (RS).
Pembentukan anak usaha ini dimaksud untuk menyokong industri dalam memenuhi hak para pekerja maupun keluarganya dalam hal kesehatan. Meksipun saat ini beberapa di antaranya juga telah dibuka secara umum. Berdasarkan catatan, BUMN yang memiliki bisnis rumah sakit tersebut di antaranya PT Pertamina, PT Pelni, PT Aneka Tambang (Antam), PT Krakatau Steel, PT Pindad, PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, PT Pelindo III, dan PT Semen Indonesia. Perusahaan pelat merah lain juga memiliki bisnis fasilitas kesehatan meski tak sebesar perseroan lain seperti PT Timah, PTPN III, PT Pelindo I dan PT Bukit Asam.
Karena banyaknya bisnis RS milik BUMN yang beroperasi, Menteri BUMN Erick Thohir ingin meningkatkan fokus bisnis dan kualitas pelayanan kesehatan yang disediakan sekaligus menargetkan jadi pemimpin pasar dalam bisnis RS di Indonesia. Untuk itu, setelah menjabat Erick menegaskan akan mengintegrasikan seluruh RS milik BUMN.
Pertamedika IHC sendiri sebelumnya berangkat dari beroperasinya RS Pertamina. Dibangun pada 1967 dan mulai melayani pada 1972, RS Pertamina awalnya dikelola langsung di bawah PT Pertamina serta dikhususkan untuk melayani perawatan dan pengobatan kesehatan pekerja Pertamina dan keluarganya.
Namun, saat itu Pertamina ingin kembali fokus ke inti bisnis dan melepaskan kegiatan-kegiatan yang tidak berhubungan dengan pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi. Oleh karenanya, pada 1997, RS Pertamina kemudian menjadi anak perusahaan Pertamina dalam bentuk Perseroan Terbatas dengan nama PT RSPP.
Per 1 April 1999, RSPP mulai melayani masyarakat umum dengan enam unit usaha, yakni RSPP, RS Pertamina Jaya, RSP Balikpapan, RSP Cirebon, RSP Tanjung, dan RSP Prabumulih. Tak hanya itu, RSPP juga mendirikan Akademi Keperawatan.
Memasuki 2002, RSPP mengubah namanya menjadi PT Pertamina Bina Medika atau disingkat Pertamedika. Di 2006, Pertamedika membentuk unit usaha baru yaitu Pertamedika Hospital Tarakan (PHT). RS ini dibentuk sendiri oleh Pertamedika dan bukan alih kelola RS Pertamina. Dua tahun kemudian, alih kelola RS Pertamina kepada Pertamedika dilakukan lagi atas arahan pemegang saham pada RUPS Tahunan. Secara resmi RSP Sorong, RSP Plaju, dan RSP Pangkalan Brandan menjadi bagian dari Pertamedika.
“Penggabungan ini akan menerapkan standarisasi kualitas dan operasional layanan di jaringan rumah sakit anggota holding seluruh Indonesia, dan hal itu identik dengan peningkatan pelayanan dan sekaligus meningkatkan keahlian para expert. Artinya kita mendorong rumah sakit milik bangsa Indonesia meraih kepercayaan masyarakat Indonesia untuk memilih berobat di RS negeri sendiri, dibanding ke luar negeri," ungkap Erick dalam siaran pers.
Rencana penggabungan RS BUMN ini kemudian semakin terwujud dengan adanya agenda penandatanganan perjanjian pengambilalihan saham bersyarat antara anak perusahaan PT Pertamina yakni PT Pertamina Bina Medika IHC selaku induk holding RS BUMN dengan tujuh Perseroan pemilik bisnis RS. Penandatanganan tersebut dilaksanakan di Mandiri Club Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (30/6).
Ketujuh BUMN tersebut adalah: PT Krakatau Steel (Persero) Tbk sebagai pemegang saham PT Krakatau Medika; PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) sebagai pemegang saham PT Rumah Sakit Pelabuhan; PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) sebagai pemegang saham PT Pelindo Husada Citra; PT Perkebunan Nusantara X sebagai pemegang saham PT Nusantara Medika Utama; PT Perkebunan Nusantara XI sebagai pemegang saham PT Nusantara Sebelas Medika; PT Perkebunan Nusantara XII sebagai pemegang saham PT Rolas Nusantara Medika; dan, PT Timah Tbk sebagai pemegang saham PT Rumah Sakit Bakti Timah.
Vice President Pertamedika IHC Togi Sianturi menjelaskan skema pengambilalihan saham bersyarat tujuh rumah sakit BUMN berjalan dalam sistem akuisisi dan share swap atau inbreng saham.
"Untuk metode akuisisi settlement menggunakan dana cash dan sebagian lagi melalui penerbitan saham baru," ungkap Togi dikutip dari Kontan.co.id.
Jelasnya, dalam pengambilalihan saham mayoritas dengan cara akuisisi dilakukan sebesar 28,5% dengan total kepemilikan 67% dikuasai oleh Pertamedika. Sementara dengan sistem inbreng saham adalah sebesar 38,5% dengan total kepemilikan 67% oleh Pertamedika di masing-masing PT Rumah Sakit.
Penguasaan saham di tujuh BUMN ini merupakan fase kedua dalam agenda konsolidasi holding. Sebelumnya di fase pertama, PT Pertamina Bina Medika IHC atau yang biasa disebut Pertamedika IHC juga telah membeli saham mayoritas kepada PT Pelni selaku pemegang saham PT Rumah Sakit Pelni. Sehingga saat ini Pertamedika IHC telah menguasai saham delapan RS BUMN lain.
Pertamedika kemudian diberikan mandat oleh pemerintah lewat Kementerian BUMN untuk menjadi induk dari holding RS BUMN pada 22 Maret 2017 silam. Sehingga Pertamedika memutuskan untuk menambah nama korporasi sehingga menjadi PT Pertamedika Indonesia Healthcare Corporation (IHC).
Pencetusan holding RS BUMN berlanjut ke proses konsolidasi, di mana pada 2019 terjadi kesepakatan ambil alih saham antara Pertamedika IHC dengan PT Pelni yang memiliki anak perusahaan PT Rumah Sakit Pelni. Kemudian disambung dengan pengambilalihan saham tujuh RS BUMN tambahan atau fase kedua yang seremonialnya berlangsung pada 30 Juni itu.
Direktur Utama Pertamedika IHC Fathema Djan Rahmat mengatakan, dua fase konsolidasi rumah sakit milik BUMN merupakan sinergi untuk membangun fondasi yang kuat dalam holding RS. Untuk itu pihaknya akan segera mengejar fase ketiga agar konsolidasi bisa difinalisasi.
“Kami berkomitmen menyelesaikan fase ketiga dalam waktu dekat ini, sehingga nanti Indonesia Healthcare Corporation akan menjadi rumah sakit jaringan terbesar di Indonesia. Dalam proses konsolidasi ini akan menciptakan peluang besar pertumbuhan dan pemulihan ekonomi dari Healthcare Industry Sector," tutur Fathema.
Tak hanya Pertamedika yang memiliki sejarah panjang di industri medis bangsa, sejumlah RS BUMN ini juga punya perjalanan panjang untuk mempertahankan bisnis di luar core business. Sebelum akhirnya bergabung menjadi holding, RS BUMN lainnya juga punya kontribusinya masing-masing.
PT Krakatau Medika misalnya, lahir sebagai bagian dari proses reorganisasi dan restrukturisasi PT Krakatau Steel. Pada 1996, Krakatau Steel memutuskan untuk mendirikan fasilitas kesehatan yang dikelola oleh PT khusus dengan beroperasinya Krakatau Medika Hospital (KM Hospital).
Sebagai bukti keseriusan perusahaan dalam melejitkan industri medis Tanah Air, pelayanan KM Hospital telah tersertifikasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) sebagai badan independen yang ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang menjaga standar pelayanan rumah sakit di Indonesia. Selain itu, dalam meningkatkan performanya, KM Hospital mendapatkan sertifikasi dari Indonesian Quality Award (IQA) Foundation dan sertifikasi ISO 9001: 2000 dari TÜV NORD (certificate registration no. 16 100 0047).
Selanjutnya PT Rumah Sakit Pelabuhan atau RS Pelabuhan dibentuk oleh PT Pelindo II (Persero) pada 1999. Dengan tujuan melayani kesehatan pegawai pelabuhan, keluarga pegawai, perusahaan pelanggan serta masyarakat umum, PT Rumah Sakit Pelabuhan saat ini telah memiliki tujuh cabang fasilitas kesehatan yaitu Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta, Rumah Sakit Pelabuhan Cirebon, Rumah Sakit Pelabuhan Palembang, dan Rumah Sakit Port Medical Center, IPC Health Care – Bapel JPKM.
Tak hanya itu, PT RS Pelabuhan juga memiliki dan mengelola 12 klinik pratama yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta, Banten, Cirebon, Bandar Lampung, Palembang, Jambi, Bengkulu, Teluk Bayur dan Pontianak.
Beralih ke PT Pelindo III, perusahaan rumah sakit mereka yakni PT Pelindo Husada Citra yang didirikan pada 1999, berfokus dalam pemenuhan kebutuhan fasilitas kesehatan yang tersebar di area Surabaya dan Semarang. Saat ini perusahaan tengah membidik pembukaan cabang di daerah timur Indonesia.
Pada 2009, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X mendirikan anak perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan bernama PT Nusantara Medika Utama. Sesuai dengan daerah kelolaan PTPN X, Nusantara Medika Utama juga berfokus pada industri kesehatan di wilayah Jawa Timur.
Di tahun yang sama, anggota holding BUMN Perkebunan lain yakni PTPN XI juga mendirikan entitas di bidang medis yakni PT Nusantara Sebelas Medika. Perusahaan saat ini mengelola empat rumah sakit. Berdasarkan hasil analisis kinerja selama lima tahun terakhir dan analisis lingkungan, serta visi dan misi PT Nusantara Sebelas Medika, ke depan bidang usaha yang dikelola masih fokus pada bidang pelayanan kesehatan dengan pengembangan daya saingnya dilakukan melalui peningkatan skala usaha seperti kapasitas dan optimalisasi fungsi.
Hal serupa ditargetkan oleh PTPN XII dengan PT Rolas Nusantara Medika. Perusahaan rumah sakit yang didirikan pada 1 Februari 2012 itu juga memiliki visi dan misi yang hampir sama. Dengan bergabung bersama Pertamedika IHC, maka bukan tak mungkin misi ini dapat berjalan positif bagi perusahaan maupun induk korporasi.
Perusahaan rumah sakit terakhir yang sahamnya diakuisisi oleh Pertamedika IHC di pertengahan 2020 ini adalah PT Rumah Sakit Bakti Timah. Anak usaha PT Timah ini merupakan salah satu rumah sakit BUMN tertua karena telah didirikan pada 1900-an. Rumah sakit ini awalnya merupakan sebuah balai pengobatan yang didirikan oleh perusahaan pertambangan Timah Hindia Belanda Banka Tin Winnen Bedryf. Balai pengobatan ini diperuntukan khusus bagi karyawan perusahaan tersebut.
Setelah kemerdekaan, Banka Tin Winnen Bedryf dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia menjadi perusahaan milik negara pada tahun 1969. Otomatis, unit utaha kesehatan itu juga mengalami perubahan status. Hingga pada 2014, unit usaha medis PT Timah berubah status menjadi perusahaan terbatas khusus.
PT Rumah Sakit Bakti Timah kini membawahi empat RS, empat klinik rawat inap, enam klinik pratama yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, serta dua divisi usaha yaitu PT Bakti Timah Solusi Medika dan Managed Care Services (MCS).
Dengan bergabungnya RS BUMN yang telah disebutkan di atas, maka jumlah rumah sakit yang akan dikelola dalam grup IHC ini akan meningkat dari sebelumnya 14 RS menjadi total 35 RS dan akan terus bertambah setelah selesainya implementasi roadmap Holding RS BUMN. Konsolidasi 35 RS ini akan meningkatkan kapasitas grup IHC dengan jumlah lebih dari 4.500 tempat tidur di berbagai wilayah Indonesia, hal ini akan mendorong pengembangan skala bisnis secara signifikan dan pengembangan jangkauan cakupan usaha Grup IHC di Indonesia, bahkan kedepannya diharapkan dapat ekspansi ke negara tetangga.
Berdasarkan catatan Kementerian BUMN, saat ini total pendapatan seluruh rumah sakit BUMN mencapai Rp 5,6 triliun dengan EBITDA sebesar Rp 510 miliar untuk periode 2018. Dengan dilakukannya konsolidasi, seluruh perusahaan BUMN ini nantinya akan dapat menghasilkan pendapatan mencapai Rp 8 triliun hingga Rp 10 triliun. Secara konsolidasi grup, RS BUMN diestimasikan memiliki pendapatan usaha hingga mencapai Rp4,5 triliun dan total aset mendekati Rp5 triliun.
Referensi :
BUMN Info; Mengenal Holding RS BUMN yang Lanjutkan Proses Konsolidasi; 20 Juli 2020 16:00