Artikel

Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit

antibiotik

Pemberian terapi antimikroba merupakan salah satu tata laksana penyakit infeksi yang bertujuan membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroba di dalam tubuh.  

Pembahasan tentanbg Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit merupakan kelanjutan pembahasan tentang Penyelenggaraan PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) di Rumah Sakit.

Pengertian Resistensi

Resistensi  Antimikroba  adalah  kemampuan  mikroba  untuk  bertahan  hidup   terhadap   efek   antimikroba sehingga   tidak   efektif   dalam   penggunaan klinis. Pengendalian Resistensi Antimikroba adalah aktivitas yang ditujukan untuk  mencegah  dan/atau  menurunkan  adanya kejadian  mikroba  resisten.

Mikroba yang melemah atau mati akibat antimikroba, akan dihancurkan oleh sistem pertahanan tubuh secara alamiah. Jika mikroba penyebab infeksi telah resisten (mampu menahan) terhadap antimikroba yang digunakan, maka mikroba tersebut tetap bertahan hidup dan berkembang biak sehingga proses infeksi terus berlanjut.

Suatu spesies bakteri secara alami dapat bersifat resisten terhadap suatu antibiotik. Sifat resisten ini dapat terjadi misalnya karena bakteri tidak memiliki organ atau bagian dari organ sel yang merupakan target kerja antibiotik. Sifat
resisten alami juga dapat terjadi karena spesies bakteri tertentu memiliki dinding sel yang bersifat tidak permeabel untuk antibiotik tertentu.

Suatu populasi spesies bakteri belum tentu mempunyai kepekaan yang seragam terhadap suatu antibiotik. Terdapat kemungkinan bahwa dalam suatu populasi spesies tersebut sebagian kecil bersifat resisten parsial atau komplet secara alami. Bila populasi yang heterogen tersebut terpapar antibiotik maka sebagian kecil populasi yang bersifat resisten akan bertahan hidup dan berkembang biak dengan cepat melebihi populasi bakteri yang peka dan dapat berkembang biak di dalam tubuh pasien dan dikeluarkan dari tubuh (misalnya melalui tinja) sehingga dapat menyebar di lingkungan.

Keadaan ini yang disebut sebagai “selective pressure”. Sifat resistensi suatu spesies atau strain bakteri dapat pula diperoleh akibat perpindahan materi genetik pengkode sifat resisten, yang terjadi secara horizontal (dari satu spesies/strain ke spesies/strain lainnya) atau vertikal (dari sel induk ke anaknya).

Peran PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi)

Permasalahan resistensi yang terus meningkat diberbagai negara termasuk Indonesia terutama terjadi akibat penggunaan antimikroba yang kurang bijak. Hal ini berdampak buruk pada pelayanan kesehatan terutama dalam penanganan penyakit infeksi. Pelaksanaan program pengendalian resistensi antimikroba di pelayanan kesehatan yang melibatkan Tim PPI Rumah Sakit sebagai salah satu unsur, diharapkan dapat mencegah muncul dan menyebarnya mikroba resisten sehingga penanganan penyakit infeksi menjadi optimal.

Pencegahan munculnya mikroba resisten diharapkan dapat dicapai melalui penggunaan antibiotik secara bijak (‘prudent use
of antibiotics’) dan pencegahan menyebarnya mikroba resisten melalui pelaksanaan kegiatan PPI yang optimal. Penggunaan antibiotik secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan memperbaiki perilaku para dokter dalam penulisan resep antibiotik.

Antibiotik hanya digunakan dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakan diagnosis penyakit infeksi menggunakan data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam keadaan tertentu penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multidisiplin.

Pembatasan Penggunaan Antibiotik

Pemberian antibiotik pada pasien dapat berupa:

  1. Profilaksis bedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata) dan semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling lama 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor,pasien diberi terapi antibiotik sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis.
  2. Terapi antibiotik empirik yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi antibiotik empirik ini dapat diberikan selama 3-5 hari. Antibiotik lanjutan diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. Sebelum pemberian terapi empirik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jenis antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat.
  3. Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan kepekaannya terhadap antibiotik.

Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit secara lebih lengkap dan rinci dapat merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Peraturan ini diterbitkan untuk mendorong agar setiap rumah sakit dapat menyelenggarakan Pengendalian Resistensi Antimikroba.

Referensi :

  1. RSKM; Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit

Baca Juga :

  1. Cacingan, Penting untuk Diketahui
  2. Memupuk Perkembangan Otak Bayi dan Anak Usia Dini

 

RS KRAKATAU MEDIKA
Jl. Semang Raya,
Cilegon 42435
Banten, Indonesia
☎️ 62 254 396333

"Mitra Terbaik dalam Memelihara Kesehatan Anda"

WA Button